Mark Kristen Atau Katolik
Mayoritas umat Kristen Indonesia adalah umat Protestan. Dari 23,5 juta total penduduk Indonesia beragama Kristen, sekitar 16,5 juta orang mengikuti ajaran-ajaran Protestan, sementara 7 juta orang lainnya mengikuti ajaran-ajaran Katolik. Komunitas-komunitas Kristen tersebar secara tidak merata di seluruh negeri. Namun, seperti yang bisa dilihat dari peta di bawah, kebanyakan dari komunitas ini bertempat tinggal di wilayah Timur Indonesia yang memiliki kepadatan penduduk lebih rendah.
Lokasi-lokasi dengan komunitas-komunitas Kristen yang berjumlah cukup besar:
1. Sumatra Utara2. Kalimantan 3. Sulawesi Utara 4. Sulawesi Barat5. Maluku6. Papua7. Flores8. Sumba9. Timor Barat
Kedatangan Kekristenan di Nusantara
Sumber pertama yang diketahui mengenai kehadiran agama Kristen di Nusantara bisa ditemukan di karya ensikopledi oleh Abu Salih Al-Armini, seorang Kristen Mesir yang hidup di abad ke-12. Menurut tulisannya, ada sejumlah gereja Nestorian di Sumatra Barat pada saat itu yang berlokasi dekat dengan sebuah tempat produksi kayu kamper. Namun, para ilmuwan di masa selanjutnya berargumen bahwa Al-Armini mungkin telah salah mencatat lokasi ini dan lokasi sebenarnya berada di sebuah kota di India.
Setelah Portugis menaklukkan Malaka (yang kini disebut Malaysia) di tahun 1511, mereka berlayar lebih jauh ke arah Timur dan menemukan tempat asal rempah-rempah yang diidam-idamkan yaitu Kepulauan Maluku di mana Sultan Ternate berkuasa. Di sini, Portugis mendirikan tempat pemukiman kecil. Pada awalnya, hubungan antara orang Portugis yang beragama Katolik dan penduduk Muslim di Ternate berjalan harmonis karena kedua pihak menyadari keuntungan-keuntungan kerjasama perdagangan. Dari tahun 1534 dan selanjutnya, para pendeta berkebangsaan Portugis mulai aktif menyebarkan ajaran Katolik kepada penduduk asli dan pada akhir abad ke-16 sekitar 20% penduduk Maluku bagian selatan diklasifikasikan sebagai umat Katolik. Dua lokasi lain, keduanya di wilayah Timur Indonesia, tempat orang-orang Portugis mendirikan tempat-tempat pemukiman umat Katolik berada di Larantuka (di Pulau Flores) dan Dili (di Pulau Timor). Namun, terjadi bentrokan antara orang-orang Portugis (yang ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah) dan penduduk Ternate. Hal ini secara serius mengurangi pengaruh orang-orang Portugis di Kepulauan Maluku.
Orang-orang Belanda dari aliran Protestan-Calvinis mendirikan tempat pemukiman pertama mereka di Ternate pada tahun 1607. Mereka juga ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah namun jauh lebih berhasil dibandingkan orang-orang Portugis dalam mencapai ambisi mereka. Selama dua abad selanjutnya, Kesultanan Ternate secara bertahap kehilangan kekuasaannya, sementara ketiadaan pengaruh Portugis juga menimbulkan konsekuensi bagi penyebaran kekristenan di wilayah itu. Pada awalnya, orang-orang Belanda hanya memiliki sedikit minat untuk menyebarkan Injil. Di beberapa wilayah yang dikuasai perusahaan dagang Belanda yaitu VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) orang Belanda memang mendukung aktivitas-aktivitas misionaris. Namun, di kebanyakan kasus kegiatan misionaris terbatas pada tugas-tugas pastoral untuk komunitas-komunitas (yang sudah) Kristen yang kebanyakan terdiri dari orang-orang Eropa. Tidak ada usaha penyebaran agama besar-besaran yang didukung di wilayah-wilayah di bawah kontrol Belanda. Namun, satu kebijakan cukup jelas: hanya Kekristenan aliran Protestan-Calvinis Belanda yang diizinkan. Imam-imam Katolik yang sebelumnya menyebarkan ajaran-ajaran Katolik diusir. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa proses penyebaran ajaran Kristen, yang dimulai oleh orang-orang Portugis, telah (hampir) berhenti sama sekali ketika Belanda berkuasa di periode VOC (1602-1798).
Penyebaran Kekristenan selama Periode Penjajahan
Pada abad ke-19 ketika Kerajaan Belanda mendapat kontrol atas wilayah yang sebelumnya dikuasai VOC, aktivitas-aktivitas misionaris masih tetap tidak didukung oleh pemerintah kolonial. Gereja Reform Belanda adalah agen pemerintah yang hanya berfokus melayani kebutuhan religius dari warganegara Belanda (yang sudah) memeluk aliran Protestan. Kendati begitu, sekelompok kecil dari anggotanya melakukan penyebaran ajaran-ajaran Protestan dan mendirikan gereja-gereja dan sekolah-sekolah di Hindia Belanda. Namun, insentif skala besar yang nyata untuk penyebaran agama bagi penduduk asli datang dari organisasi-organisasi baru yang datang dari Eropa di pertengahan kedua abad ke-18 dan abad ke-19. Institusi-institusi seperti Serikat Misionaris Belanda (Nederlandsch Zendeling Genootschap) dan Kelompok Misionaris Rhenish (Rheinische Missionsgesellschaft) dari Jerman diizinkan untuk menyebarkan ajarannya di Hindia Belanda. Karena Kerajaan Belanda di Eropa telah mulai menjadi sekuler, pemerintah kolonial juga tidak bisa mencegah misionaris-misionaris Katolik melakukan aktivitas-aktivitasnya di Hindia Belanda. Pemisahan antara gereja dan negara berarti negara harus mengambil sikap netral mengenai isu-isu agama, karenanya aktivitas-aktivitas misionaris diserahkan pada sektor non-pemerintahan.
Sekalipun pada tahun 1900, aktivitas-aktivitas misionaris telah terbentuk di seluruh wilayah koloni (kecuali untuk wilayah-wilayah Muslim di Aceh dan Sumatra Barat), jumlah umat Kristen tidak banyak bertambah dibandingkan satu abad sebelumnya. Hanya dua wilayah yang menunjukkan pertambahan besar untuk jumlah penduduk asli pengikut ajaran Protestan, yaitu Minahasa (Sulawesi Selatan) dan Tapanuli (Sumatra Utara). 'Kegagalan' umum penyebaran agama Kristen kepada penduduk asli dalam skala besar terutama disebabkan karena kurangnya kemampuan finansial, terbatasnya jumlah pekerja, dan pengunaan metode-metode yang tidak tepat. Setelah tahun 1900, ekspansi wilayah oleh Pemerintah Kolonial telah hampir sukses seluruhnya dan politik etis (bertujuan meningkatkan standar hidup penduduk asli) diperkenalkan. Kebijakan baru ini mengimplikasikan dampak lebih langsung kepada penduduk asli yang - antara lain - menyebabkan kedatangan (khususnya) banyak umat Katolik dari Belanda. Dengan lebih banyak sumberdaya manusia dan dukungan keuangan, aktivitas-aktivitas misionaris Katolik bergerak ke wilayah-wilayah baru dan jumlah penduduk asli pengikut ajaran Katolik turut bertambah. Kelompok-kelompok Protestan didukung oleh sejumah organisasi dari wilayah Amerika Utara yang datang ke Hindia Belanda pada pertengahan pertama abad ke-20. Pada umumnya, pendekatan misionaris di koloni Belanda cukup terpecah-percah. Pada tahun 1938, diambil langkah-langkah untuk mendirikan Dewan Kristen Nasional di Hindia Belanda namun Perang Dunia II dan dilanjutkan dengan kemerdekaan Indonesia mengakhiri usaha ini.
Kekristenan di Indonesia Sekarang
Kendati ada sejumlah wilayah di Indonesia yang memiliki masyarat yang jelas mayoritas Kristen (lihat peta di atas), secara keseluruhan, agama Kristen hanya menjadi agama minoritas di Indonesia. Oleh karena itu, umat Kristen memiliki posisi sosial politik yang agak lemah di negara ini dengan pengecualian di beberapa wilayah mayoritas Kristen (di wilayah-wilayah ini umat Muslim terkadang harus menghadapi tindakan-tindakan diskriminatif). Posisi umum yang lemah ini membuat sebagian besar umat Kristen Indonesia menyadari posisinya sebagai minoritas dan karenanya mereka berusaha menjalin hubungan baik dengan umat Muslim. Meskipun begitu, mengenai rasa kebangsaan Indonesia, umat Kristen sama kuatnya dalam kebanggaan nasionalis seperti umat Muslim yang menjadi mayoritas. Umat Kristen juga sangat mendukung penjagaan persatuan Indonesia.
Dalam beberapa dekade terakhir, ada banyak catatan kasus mengenai serangan-serangan kelompok-kelompok radikal Muslim melawan gereja-gereja dan umat Kristen. Hal ini menimbulkan rasa takut di dalam komunitas Kristen Indonesia. Insiden-insiden ini terutama terjadi di pulau Jawa tempat umat Kristen menjadi minoritas. Sayangnya, situasi ini sepertinya akan terus berlanjut. Namun, serangan-serangan ini bisa dijelaskan sebagai ekspresi ketakutan dan frustasi dari para pelakunya karena Indonesia (dianggap oleh para pelaku) telah mengalami proses 'Kristenisasi' setelah masa kemerdekaan. Sebetulnya, akar masalah ini ada di dalam sejarah yang mencatat bahwa kelompok elit Kristen yang cukup besar (yang diperlengkapi dengan pendidikan dan perekonomian yang lebih baik) diperlakukan lebih baik oleh Belanda pada era kolonial. Setelah kemerdekaan Indonesia, kelompok elit Kristen menjadi kekuatan yang berpengaruh dalam perpolitikan (termasuk di dalam militer) dan perekonomian Indonesia baik pada masa pemerintahan Soekarno maupun Suharto (pada pertengahan awal rezimnya). Alasan utama dari situasi paradoks ini adalah karena umat Kristen - sebagai kelompok minoritas - tidak merupakan ancaman besar. Pada tahun 1950an dan 1960an terjadi pertarungan kekuasaan antara kelompok nasionalis, komunis, dan golongon Islam, sementara waktu Suharto mengambil alih kekuasaan pada tahun 1966 (dan kelompok komunis dihapuskan), tetap perlu upaya besar dari Pemerintah untuk mengurangi peran politik Islam di dalam masyarakat Indonesia. Di dekade-dekade kekacauan dan ketidakpercayaan, umat Kristen dianggap sebagai sekutu (karena tidak memiliki agenda tersembunyi) dalam menghadapi kekuatan-kekuatan tandingan di dalam masyarakat. Kondisi ini berubah di akhir 1980an dan 1990an ketika tidak hanya kelompok Islam aliran keras yang menolak Pemerintah tetapi juga kelompok Islam moderat mulai mengkritik Pemerintah dan menuntut demokrasi. Untuk meraih lebih banyak dukungan populer, Suharto (seorang Muslim tradisional yang tidak terlalu religius) memutuskan menerapkan kebijakan-kebijakan yang lebih pro-Muslim, termasuk menempatkan lebih banyak orang Islam di posisi pucuk pemerintahan (termasuk di militer). Ini menyebabkan penurunan pengaruh umat Kristen dalam politik nasional.
Di masyarakat Indonesia, umat Muslim dan Kristen hidup dalam keharmonisan sosial. Antara 1997 sampai 2004 (pada saat dan setelah kejatuhan Suharto) sejumlah wilayah di Indonesia diserang oleh insiden-insiden kekerasan mengerikan yang diberi label 'konflik agama'. Namun, salah apabila menganggap konflik-konflik ini hanya masalah agama semata. Kejatuhan Suharto membuka kompetisi sengit untuk mendapatkan kekuasaan-kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial di daerah-daerah Indonesia; dan juga di antara kelompok-kelompok beragama sama. Dikombinasikan dengan pemerintahan pusat yang lemah dan tidak terorganisir (termasuk militer nasional) karena Krisis Keuangan Asia, konflik-konflik ini mendapat kesempatan untuk membesar dan menjadi semakin lama periodenya. Ada juga laporan-laporan yang mengklaim militer Indonesia justru mendorong berlanjutnya konflik-konflik ini untuk menciptakan kekacauan di dalam negeri supaya bisa mendapatkan lebih banyak kekuatan politik.
Aku netral dalam artian memberikan data yang sudah ku ketahui keakuratan dan fakta kebenarannya
Tiap individu boleh beropini apalagi berargumen bahwa ke2nya : Kristen Protestan dan Kristen Katolik itu sama saja
Katolik itu punya organisasi pemersatu gereja katolik se Indonesia beserta isi gerejanya yaitu umat Katolik di dalamnya yang dikenal K.W.I atau ada yang lebih familiar dengan akronim KaWali / Kantor Waligereja Indonesia
Sedangkan untuk organisasi yang membawahi gereja gereja Kristen Protestan seIndonesia itu P.G.I / Persekutuan Gereja Gereja Indonesia
Sudah sangat jelas sekali, kenapa jika memang sama harus terlahir 2 organisasi sekaliber KaWali dan P.G.I ?
Agama Kristen Protestan dan Katolik merupakan dua agama yang dianggap sama, namun sebenarnya berbeda. Ada banyak hal yang membedakan kedua agama tersebut, namun salah satu perbedaanya juga terletak pada salib Kristen dan Katolik.
Meskipun sekilas nampaknya sama, sebenarnya ada berbagai perbedaan dan jenis salib yang membedakan kedua agama ini.
Nah, bagaimana cara membedakan salib Kristen dan Katolik? Simak, yuk perbedaannya berikut ini.
Salib Kristen tidak menggunakan patung Yesus (korpus)
Berbeda dengan salib agama Katolik, Salib agama Kristen Protestan dikenal dengan salib yang polos. Bentuknya kayu bersilang tanpa terlihat patung Yesus (korpus). Salib ini juga disebut sebagai salib Latin.
Alasan mengapa korpusnya dihilangkan adalah karena agama Kristen Protestan menentang adanya patung yang dianggap sebagai berhala.
Melansir Crosswalk, salib memiliki banyak arti. Salib melambangkan cinta dan pengampunan. Sebagaimana yang diketahui umat Kristiani, Yesus disalib karena rasa cinta dan pengorbanannya pada manusia meskipun menusia berdosa.
Yesus rela menebus dosa manusia dengan disalib. Yesus mati untuk orang berdosa. Seperti yang diajarkan melalui kitab Roma 5:8,
Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa
Selain melambangkan cinta dan pengampunan, salib juga merupakan bentuk kerendahan hati yang disengaja. Manusia diingatkan kembali kitab Galatia 2:20-21, yang berbunyi
Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus.
Itulah perbedaan antara salib agama Kristen dan Katolik, Bela. Pelajaran apa yang pernah kamu petik dari salib agama Kristen dan Katolik?
Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "Perbedaan Salib Kristen dan Katolik, Serupa tapi Tak Sama" ditulis oleh Adyaning Raras Anggita Kumara
Katolik dan Kristen Protestan keduanya merupakan agama yang sama-sama menyembah Tuhan yang sama, yaitu Yesus Kristus tetapi memiliki prinsip iman yang berbeda. Pada awalnya, Katolik dan Protestan adalah satu agama, yaitu agama Katolik, tapi kok bisa ya sekarang terpecah menjadi dua kepercayaan? Nah, kita akan membahas secara lengkap dan singkat mengenai sejarah terpisahnya Katolik dengan Protestan dalam artikel ini.
Pernah mendengar nama Martin Luther?
Sobat cengkir pernah mendengar dan mengetahui Martin Luther? Martin Luther merupakan sosok dibalik perintis Reformasi Protestan. Reformasi terjadi dikarenakan adanya protes dari Martin Luther, ia perbuatan menyimpang dari para atasan Gereja Katolik. Martin Luther menganggap bahwa peraturan Gereja Katolik sudah tidak berjalan dengan semestinya dari Alkitab dan telah terjadi penyimpangan dari ajaran Tuhan. Oleh karena itu ada beberapa hal yang diprotes oleh Martin Luther di antaranya:
Apa saja yang diprotes?
Pada saat itu, para petinggi Gereja Katolik banyak yang melakukan penyogokan untuk mendapatkan kekuasaan dan kedudukan sosial yang tinggi.
Perilaku amoral dari Paus
dalam kedudukan atau Hierarki Gereja Katolik, seorang Paus merupakan sosok yang sangat dihormati dan menjadi teladan bagi umat-NYA. Paus merupakan pimpinan tertinggi dalam struktur organisasi Gereja. Dalam ajaran Katolik, seorang Paus tidak boleh memiliki hubungan dengan lawan jenis, menikah, apalagi melakukan perzinahan, karena bertujuan untuk fokus melayani Tuhan saja. Maka ada istilah yang dikenal sebagai hidup selibat. Tapi, pada saat itu ternyata terdapat Paus Alexander VI yang mempunyai hubungan terlarang dengan seorang wanita dan menghasilkan 8 anak dari hubungan di luar nikah tersebut. Hal ini tentu perbuatan menyimpang.
Sakramen adalah ritual suci yang sakral dan harus dilakukan dengan benar, sakramen merupakan bagian sentral dari ajaran dan doktrin umat Katolik. Sakramen merupakan tanda kehadiran Allah dalam hidup manusia. Pada zaman Martin Luther, sering disalahgunakan dan disembah secara berlebihan. Terlebih terhadap benda-benda keramat yang menimbulkan kepercayaan yang tidak masuk akal. Padahal menurut keyakinan Kristen, alat-alat sakramen hanyalah perantara untuk kita lebih dekat kepada Tuhan dan bukan menjadi sumber keselamatan. Kepercayaan yang berlebihan terhadap suatu benda sudah melanggar perintah Allah yaitu tidak boleh menyembah berhala.
Pada zaman itu, Paus Leo X memperjualbelikan surat pengampunan dosa di negara Jerman dengan maksud mencari dana tambahan untuk membangun Gereja Katolik termegah. Pada saat itu Jerman merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah petani dan mempercayai benda-benda keramat, serta agama Katolik memiliki pengaruh yang sangat besar.
Hal ini tidak sesuai dengan ajaran Alkitab, dimana dalam mendapat pengampunan dosa itu hanya bisa didapatkan dan diberikan oleh Allah saja, tidak ada hal lain yang dapat merubahnya. Penjualan surat pengampunan dosa ini dianggap sebagai tindakan korupsi.
Perpecahan Gereja Katolik dan Gereja Kristen
Alasan-alasan diatas memicu aksi Martin Luther yaitu menerbitkan serta menempelkan 95 tesis di depan Gereja Wittenberg pada 31 Oktober 1517, yang didalamnya menguraikan berbagai praktik penyalahgunaan Gereja. Hal ini dianggap sebagai awal mula penyebab perpecahan Gereja Katolik dan Reformasi pendirian Gereja Injili. Kemudian pada tahun 1520, Martin Luther meminta Kaisar Roma untuk segera mereformasi Gereja dan berhenti tunduk pada kekuasaan Paus.
Untuk meredam kemarahan dari Paus Leo X, Kaisar Charles X meminta Martin Luther untuk meminta maaf, tetapi menerima penolakan dan tetap bersikukuh bahwa apa yang ia katakan itu benar. Hal ini membawa Martin Luther pada pelariannya dan bersembunyi di Kastil Wartburg. Disana ia menerjemahkan Injil ke bahasa Jerman. Dengan perkembangan mesin ketik, mulai lah menyebar ajaran dari Martin Luther dan banyak orang yang setuju dan mendukung pemikiran Martin Luther.
Orang-orang yang mendukung pemikiran Martin Luther ini akhirnya menjadi pengikut yang dinamakan Protestan. Sehingga Katolik dan Kristen Protestan menjadi dua agama yang berbeda. Sehingga wajar jika keduanya memiliki banyak kesamaan, karena Kristen Protestan berasal dari satu agama yaitu Katolik. Tetapi perlu diingat Katolik dan Kristen Protestan tetap memiliki pendiriannya masing-masing dan tidak dapat disatukan. Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan sakramen satu sama lain.
Sebagai umat Kristiani yang diajarkan untuk selalu menjaga perdamaian dan cinta kasih terhadap sesama, perpecahan dari kedua agama ini tidak boleh dijadikan sebagai ajang untuk menjelek-jelekan satu sama lain, melainkan menjadikan kita sebagai umat-NYA untuk belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan para petinggi-petinggi Gereja, dan tidak mengulanginya lagi di zaman sekarang. Mari sama-sama membangun dan memperkuat iman sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lalu sama-sama mengamalkan Firman Tuhan ke dalam kehidupan Sobat Cengkir sekalian.
“Apa yang langsung menarik perhatian ketika memasuki sebagian besar gereja Ortodoks adalah banyaknya ornamen berlapis emas, relik suci, ikon, lukisan dinding,” kata Erwann, seorang Prancis yang tinggal di Rusia. Tapi bukan hanya dekorasi yang kaya yang membantu membedakan gereja Ortodoks dari gereja Katolik. “Kemudian, ketidakhadiran bangku segera diperhatikan, yang di gereja-gereja Katolik menempati sebagian besar ruang. Di gereja-gereja Rusia, mereka biasanya hanya terletak di sepanjang dinding dekat pintu keluar,” kata Erwann.
Sangat menarik bahwa bangku-bangku di gereja Katolik ada hubungannya dengan beberapa kekhasan kebaktian gereja Katolik - dalam kebaktian Ortodoks, sebaliknya, bangku akan merepotkan. Di bawah ini kami menjelaskan perbedaan ini – dan perbedaan yang lebih jelas antara Katolik dan Kristen Ortodoks.
Saat ini, ada sekitar 1,34 miliar umat Katolik yang dibaptis di seluruh dunia (menurut statistik yang diberikan oleh Takhta Suci) dan sekitar 220 juta anggota Gereja Ortodoks Timur yang dibaptis (menurut BBC). Di yang terakhir, Gereja Ortodoks Rusia adalah gereja autocephalous (berpemerintahan sendiri) terbesar, yang terdiri lebih dari 112 juta anggota di seluruh dunia, sehingga menjadi yang kedua setelah Gereja Katolik Roma, dalam hal jumlah pengikut. Pada tahun 2021, Pusat Penelitian Opini Publik Rusia (VCIOM) memperkirakan bahwa 66% orang Rusia adalah Kristen Ortodoks.
Alessandra Benedetti/Corbis via Getty Image/Sputnik
Umat Kristen Ortodoks menganggap Yesus Kristus sebagai kepala gereja, sedangkan Gereja Katolik Roma dipimpin oleh Paus, yang menggunakan gelar 'Vikaris Kristus'. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa Rasul Petrus menerima otoritas penuh dan mutlak atas seluruh Gereja dari Yesus Kristus. Kemudian, Petrus datang ke Roma dan menjadi uskup Roma yang pertama, setelah itu mengalihkan kekuasaan ini kepada penerus dan muridnya – para uskup Roma. Status Paus ini diwujudkan dalam konsep keutamaan Kepausan (di atas semua uskup lain dan tahta episkopal mereka) dan infalibilitas Kepausan. Gereja Ortodoks, sebaliknya, menganggap semua uskup dan uskup agung hanyalah manusia biasa yang dipanggil dan ditahbiskan untuk melakukan pelayanan keagamaan.
Interior berbeda dari gereja yang sebenarnya
Monashee Frantz/Getty Images; Ekaterina Rehrberg/Sputnik/Sputnik
Anda dapat langsung mengetahui apakah Anda berada di gereja Katolik atau Ortodoks hanya dari bangku. Dalam tradisi Katolik, berlutut lama adalah bagian yang biasa dari doa, sedangkan dalam tradisi Ortodoks, membungkuk ke tanah sering dilakukan selama kebaktian. Karena itu, bangku-bangku dengan rak untuk berlutut muncul di kuil-kuil Katolik, sedangkan di gereja-gereja Ortodoks, ruang tengah dibiarkan kosong sehingga paroki dapat membuat busur ketika diperlukan.
Juga di kuil-kuil Katolik, altar terletak di kansel, dibagi dari nave oleh layar kansel, kurang lebih terbuka. Altar dapat dilihat dari aula gereja (bagian tengah). Di gereja-gereja Ortodoks, area tempat kudus dengan altar dipisahkan dari bagian tengah dengan ikonostasis - dinding ikon dan lukisan religius. Altar tidak dapat dilihat dari nave.
Pembaca yang budiman,
Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut:
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Pendeta Ortodoks berjanggut
Secara tradisional, para imam Ortodoks memakai janggut, karena “Imam tidak boleh mencukur rambut mereka atau mencukur ujung janggut mereka atau memotong tubuh mereka”, menurut Imamat, 21:5. Juga, Yesus Kristus digambarkan di mana-mana memiliki rambut panjang dan janggut dan semua raja dan nabi Alkitab memakai janggut. Namun, para imam Katolik tidak memakai janggut, karena kursi kepausan terletak di Roma dengan budayanya yang dicukur bersih.
Konstantin Mikhal'chevsky/Sputnik
Pada tahun 1570, Paus Pius V menetapkan bahwa umat Katolik harus melakukan tanda salib “dari kepala ke dada dan dari bahu kiri ke kanan”. Juga, tanda itu dilakukan dengan kelima jari tangan kanan disatukan – yang melambangkan lima stigmata Yesus Kristus: dua di tangan, dua di kaki dan yang kelima dari Tombak Suci.
Orang-orang Kristen Ortodoks Rusia melakukan tanda salib dengan tiga jari (ibu jari, telunjuk dan tengah) disatukan untuk melambangkan Tritunggal Mahakudus dan dua jari lainnya menempel pada telapak tangan untuk melambangkan sifat ganda (manusia dan ilahi) Yesus. Juga, tanda salib Ortodoks dilakukan dari bahu kanan ke kiri.
Alexander Demyanchuk/TASS
Dalam tradisi Ortodoks, Komuni Kudus diberikan kepada bayi sejak saat pembaptisan. Ini didasarkan pada Matius 19:14: “Yesus berkata, 'Biarkan anak-anak kecil itu datang kepada-Ku, dan jangan halangi mereka, karena kerajaan surga adalah milik orang-orang seperti ini'.” Sejak bayi dan sekitar usia tujuh tahun, mereka dapat menerima komuni sesering yang mereka suka dan tanpa pengakuan, karena diyakini bahwa sampai usia tertentu, bayi tidak bertanggung jawab penuh atas pikiran dan tindakan mereka, tetapi masih harus menerima Komuni. Anak-anak dibawa ke pengakuan dosa di gereja-gereja Ortodoks setelah usia 7-8 tahun.
Di Gereja Katolik Roma, Perjamuan Kudus pertama seorang anak biasanya dilakukan pada usia 8-9 tahun. Umat Katolik percaya bahwa anak tidak dapat menyadari pentingnya Sakramen sebelumnya, tidak dapat membedakan roti sederhana dari roti Ekaristi, tidak dapat memahami dan menjelaskan perbedaan antara makanan dan Komuni dan, oleh karena itu, tidak dapat mengaku sepenuhnya.
Nicolas Armer/picture alliance via Getty Images; Sergey Pyatakov/Sputnik
Dalam Katolik Roma, apa yang disebut 'azymes', roti tidak beragi, digunakan sebagai roti Ekaristi dalam Perjamuan Kudus. Keluaran, 12-15:20 menyatakan: “Jangan makan apa pun yang dibuat dengan ragi. Di mana pun kamu tinggal, kamu harus makan roti tidak beragi.”
Di Gereja Ortodoks Rusia, roti yang dibuat dengan ragi dipersembahkan selama Liturgi Ilahi (Ekaristi), yang didasarkan pada Imamat 7:13: “Seiring dengan persembahan syukur persekutuan mereka, mereka harus mempersembahkan persembahan dengan roti tebal yang dibuat dengan ragi." Kata Yunani untuk roti ini, prosphoron, berarti 'persembahan'.
Salib Katolik terdiri dari banyak variasi
Gereja Katolik dalam ritus Barat atau Latin di Indonesia memiliki beragam variasi salib Katolik. Salib yang dimaksud adalah salib dengan korpus dan salib tanpa korpus.
Dalam bahasa Latin, korpus artinya tubuh. Korpus menunjukkan patung Yesus di kayu salib atau representasi Yesus yang mati di atas kayu salib. Salib korpus juga juga disebut salib Latin karena merujuk pada ritus Barat.
Selain itu, ada juga salib Bizantin yang merujuk pada Kekaisaran Romawi Timur.
Selibat untuk para imam
Di Gereja Katolik Roma, para imam dan uskup harus menjalankan selibat sebelum dan sesudah ditahbiskan, sedangkan diakon hanya boleh menjalankannya setelah ditahbiskan. Di Gereja Ortodoks Rusia, diakon dan imam harus menjalankan selibat hanya setelah ditahbiskan, yang berarti mereka dapat menikah.
Namun, jika istri mereka mendahului mereka, diakon dan imam Ortodoks tidak diizinkan untuk menikah lagi. Juga di Gereja Ortodoks, para uskup harus menjadi biarawan dan mereka, bagaimanapun, harus hidup selibat sebelum dan sesudah penahbisan mereka.